Indonesia Updates
MojokertoBeritaJawa TimurNasional

Polwan Pembakar Suami Dijatuhi Hukuman 4 Tahun Penjara: Proses Cepat Demi Kepentingan Anak

×

Polwan Pembakar Suami Dijatuhi Hukuman 4 Tahun Penjara: Proses Cepat Demi Kepentingan Anak

Sebarkan artikel ini
Image Credit Achmad Supriyadi/Beritasatu - Briptu Fadhilatun Nikmah, seorang anggota polisi wanita (polwan) yang dinyatakan bersalah atas kasus pembakaran suaminya hingga tewas, dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Vonis tersebut dibacakan dalam sidang yang berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Negeri Mojokerto pada Kamis (23/1/2025).
Image Credit Achmad Supriyadi/Beritasatu - Briptu Fadhilatun Nikmah, seorang anggota polisi wanita (polwan) yang dinyatakan bersalah atas kasus pembakaran suaminya hingga tewas, dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Vonis tersebut dibacakan dalam sidang yang berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Negeri Mojokerto pada Kamis (23/1/2025).
bungkus

INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Briptu Fadhilatun Nikmah, seorang anggota polisi wanita (polwan) yang terlibat dalam kasus pembakaran suaminya, Briptu Ryan Dwi Wicaksono, hingga menyebabkan korban meninggal dunia, akhirnya dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Vonis tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Mojokerto pada Kamis (23/1/2025), yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ida Ayu Sri Adriyanthi.

Sidang ini turut dihadiri oleh tim penasihat hukum Fadhilatun Nikmah dari Bidang Hukum (Bidkum) Polda Jatim, termasuk Ipda Tutik, yang hadir langsung di ruang sidang. Sementara Fadhilatun mengikuti jalannya persidangan secara daring dari Rutan Polda Jatim.

Hukuman Berdasarkan UU KDRT

Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Ida Ayu menyatakan bahwa Fadhilatun terbukti melanggar Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT). “Menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun,” tegas Ida Ayu dalam putusannya.

Putusan ini mencerminkan betapa seriusnya dampak dari tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh seorang anggota kepolisian. Pembakaran yang dilakukan oleh Fadhilatun terhadap suaminya menyebabkan korban, Briptu Ryan Dwi Wicaksono, meninggal dunia, menambah berat pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis.

Demi Kepentingan Keluarga dan Proses Cepat

Meski vonis tersebut dinilai berat, tim penasihat hukum Fadhilatun memutuskan untuk menerima putusan hakim tanpa mengajukan banding. Ipda Tutik, salah satu anggota tim penasihat hukum, mengungkapkan alasan keputusan ini adalah demi kepentingan anak-anak terdakwa. Fadhilatun memiliki seorang anak berusia satu tahun yang membutuhkan perawatan medis segera, termasuk operasi.

“Kasihan anaknya yang sudah terlalu lama di rutan. Sebentar lagi juga ada sidang kode etik yang harus dihadapi Fadhilatun. Kalau banding, prosesnya akan memakan waktu lebih lama,” ujar Ipda Tutik. Keputusan untuk tidak mengajukan banding diambil agar proses hukum dapat diselesaikan lebih cepat dan agar perhatian keluarga, khususnya anak terdakwa, dapat difokuskan pada kebutuhan medis yang mendesak.

BACA :   Hercules dan Japto Perkuat Sinergi Ormas demi Perdamaian di Masyarakat

Persidangan Berlangsung Cepat

Proses persidangan yang cepat juga menjadi pertimbangan penting dalam kasus ini. Fadhilatun, yang sebelumnya telah menjalani penahanan di Rutan Polda Jatim, mendapat vonis yang dinilai dapat mempercepat penyelesaian kasus hukum ini. Meskipun keputusan tersebut tidak mengubah nasib Fadhilatun sebagai seorang terpidana, pengacara dan keluarga berharap proses ini dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum, serta menjaga kesejahteraan anak-anak yang ditinggalkan oleh korban maupun terdakwa.

Sidang Kode Etik Polisi Menyusul

Tidak hanya terjerat masalah hukum, Fadhilatun juga masih menghadapi sidang kode etik terkait tindakannya sebagai anggota kepolisian. Sidang ini akan menjadi proses tambahan yang harus dijalani setelah vonis pidana, dengan kemungkinan sanksi administratif atau pemberhentian dari dinas kepolisian.

Kasus ini tidak hanya menyentuh sisi hukum, tetapi juga menyoroti dinamika kekerasan dalam rumah tangga yang dapat terjadi di berbagai lapisan masyarakat, termasuk di kalangan aparat penegak hukum. Meskipun Fadhilatun adalah seorang polwan, perbuatannya menjadi pelajaran penting mengenai pentingnya kesadaran akan dampak dari kekerasan dalam rumah tangga dan perlunya tindakan preventif yang lebih kuat.

Dengan vonis yang dijatuhkan, diharapkan kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi banyak pihak. Keputusan untuk tidak mengajukan banding memberikan sinyal bahwa bagi banyak orang, terutama keluarga yang terlibat, penyelesaian cepat lebih diutamakan, terutama demi masa depan anak-anak yang tidak bersalah.


Pertanyaan Umum (FAQ): Kasus Fadhilatun Nikmah – Polwan Pembakar Suami


  1. Apa yang terjadi dengan Fadhilatun Nikmah? Fadhilatun Nikmah, seorang anggota polisi wanita (polwan), dijatuhi hukuman empat tahun penjara atas kasus pembakaran suaminya, Briptu Ryan Dwi Wicaksono, yang menyebabkan korban meninggal dunia.
  2. Kapan vonis Fadhilatun Nikmah dijatuhkan? Vonis Fadhilatun Nikmah dijatuhkan pada Kamis, 23 Januari 2025, di Pengadilan Negeri Mojokerto.
  3. Apa dasar hukum yang digunakan untuk vonis ini? Fadhilatun terbukti melanggar Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT), yang mengatur sanksi terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
  4. Mengapa tim penasihat hukum menerima vonis tersebut? Tim penasihat hukum memutuskan untuk menerima vonis empat tahun penjara demi mempercepat proses hukum dan mengingat kebutuhan medis anak terdakwa yang masih berusia satu tahun. Anak tersebut membutuhkan perawatan medis segera, termasuk operasi.
  5. Apakah Fadhilatun Nikmah akan mengajukan banding? Tidak, Fadhilatun memutuskan untuk tidak mengajukan banding, karena proses banding akan memakan waktu lebih lama, dan mereka ingin fokus pada perawatan medis anaknya.
  6. Apa yang terjadi setelah vonis ini? Setelah vonis pidana, Fadhilatun masih akan menghadapi sidang kode etik sebagai anggota kepolisian, yang bisa mengarah pada sanksi administratif, termasuk pemberhentian dari dinas kepolisian.
  7. Apa yang menjadi pertimbangan utama dalam penjatuhan hukuman ini? Pertimbangan utama dalam penjatuhan hukuman adalah dampak dari tindakan terdakwa yang menyebabkan kematian suaminya. Selain itu, keputusan untuk mempercepat proses hukum juga berkaitan dengan kondisi anak-anak yang membutuhkan perhatian lebih.
  8. Bagaimana nasib anak-anak Fadhilatun Nikmah? Anak-anak Fadhilatun, terutama yang masih balita, menjadi salah satu faktor utama dalam keputusan hukum ini. Tim penasihat hukum berharap dengan proses hukum yang cepat, mereka bisa mendapatkan perhatian dan perawatan yang dibutuhkan.
  9. Apakah kasus ini mencerminkan kekerasan dalam rumah tangga di kalangan aparat kepolisian? Ya, kasus ini menyoroti kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi bahkan di kalangan aparat penegak hukum, yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat. Kasus ini juga membuka ruang diskusi tentang perlunya pendidikan dan kesadaran lebih tentang kekerasan dalam rumah tangga.
  10. Apa pesan yang dapat diambil dari kasus ini? Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya kesadaran akan dampak kekerasan dalam rumah tangga dan perlunya tindakan preventif yang lebih kuat di semua lapisan masyarakat, termasuk di kalangan aparat hukum.
BACA :   Netanyahu Klaim IDF Temukan Senjata Canggih Buatan Rusia di Markas Hizbullah

IKUTI INDONESIAUPDATES.COM

GOOGLE NEWS | WHATSAPP CHANNEL


XBIO
bungkus