INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Kasus tragis remaja berinisial MAS (15) yang diduga membunuh ayah kandung dan neneknya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, memasuki babak baru. Kuasa hukum MAS, Maruf Bajammal, resmi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait keabsahan penahanan terhadap kliennya.
Langkah ini ditempuh setelah MAS menjalani proses hukum selama lebih dari lima bulan tanpa adanya kejelasan status perkara maupun perawatan medis yang layak. MAS saat ini ditahan di ruang penyimpanan berkas di Polres Metro Jakarta Selatan, tanpa pendampingan psikolog atau dokter.
Kasus Remaja Bunuh Ayah dan Nenek Gegerkan Publik
Peristiwa berdarah itu terjadi pada Sabtu dini hari, 30 November 2024, sekitar pukul 01.00 WIB di Perumahan Taman Bona Indah, Blok B6 No. 12, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. MAS, yang saat itu berusia 14 tahun, diduga menusuk ayah dan neneknya hingga tewas, serta melukai ibunya yang sedang tidur.
Dalam pengakuan awal kepada penyidik Polres Metro Jakarta Selatan, MAS menyatakan bahwa ia mendengar bisikan yang meresahkan dan membuatnya sulit tidur. Bisikan tersebut mendorongnya mengambil pisau di dapur dan melakukan penyerangan mendadak terhadap keluarganya.
Hasil Pemeriksaan: MAS Diduga Alami Disabilitas Mental
Kuasa hukum menyatakan, hasil pemeriksaan psikologis dan forensik menunjukkan bahwa MAS memiliki indikasi disabilitas mental yang menyebabkan ketidakmampuan memahami tindakannya. Pemeriksaan dilakukan oleh Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR), RS Polri, dan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Anak ini tidak mendapatkan perawatan psikologis, tidak ada dokter, tidak ada teman sebaya. Ia hanya ditemani tumpukan berkas dan doa dari orang tuanya. Ini jelas bentuk pembiaran terhadap hak-hak anak,” tegas Maruf kepada wartawan, Senin (19/5/2025).
Kuasa Hukum Kritik Penegakan Hukum Terhadap Anak
Menurut Maruf, proses hukum yang dijalani MAS selama lima bulan terakhir tidak mencerminkan prinsip perlindungan anak berhadapan dengan hukum. Ia menilai aparat penegak hukum belum memberikan pendekatan keadilan restoratif, seperti yang diamanatkan dalam UU Perlindungan Anak.
Pihaknya juga telah mengirim surat kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta Kapolres Metro Jakarta Selatan, namun belum mendapatkan respons yang konkret hingga hari ini.
Menteri PPPA Soroti Pola Asuh Anak dan Dampak Media Sosial
Menanggapi kasus ini, Menteri PPPA Arifah Fauzi menyebut bahwa tragedi ini seharusnya menjadi refleksi bagi seluruh orang tua dan calon orang tua mengenai pola pengasuhan anak di era digital.
“Peristiwa ini jadi introspeksi kita bersama untuk menerapkan pola asuh yang tepat. Media sosial pun sangat memengaruhi tumbuh kembang anak,” ujar Arifah dalam sebuah acara kampanye publik di Jakarta (8/12/2024).
Menariknya, sang menteri juga menyampaikan bahwa sebelum kejadian, MAS dikenal sebagai anak yang patuh, rajin ibadah, dan berprestasi dalam pendidikan, menambah kompleksitas motif di balik kasus pembunuhan ini.
Kasus remaja bunuh ayah dan nenek ini bukan hanya menyentuh aspek kriminalitas, tapi juga memperlihatkan kerentanan anak-anak dengan gangguan mental dalam sistem peradilan pidana. Upaya praperadilan oleh kuasa hukum MAS menjadi alarm bagi negara untuk segera membenahi tata kelola hukum terhadap anak, terutama yang memiliki kebutuhan khusus.
Pertanyaan Umum (FAQ): Seputar Kasus MAS, Remaja Bunuh Ayah dan Neneknya di Jakarta Selatan
1. Siapa MAS dan apa yang terjadi dalam kasus ini?
MAS adalah remaja berusia 14 tahun (kini 15) yang diduga membunuh ayah kandung dan neneknya, serta melukai ibunya, pada 30 November 2024 di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Ia mengaku bertindak setelah mendengar bisikan yang membuatnya gelisah dan tidak bisa tidur.
2. Apa alasan kuasa hukum MAS mengajukan praperadilan?
Praperadilan diajukan karena MAS telah ditahan lebih dari 5 bulan tanpa kejelasan status hukum dan tidak mendapatkan perawatan medis atau psikologis, meskipun indikasi disabilitas mental telah ditemukan oleh tim forensik.
3. Apakah MAS mengalami gangguan jiwa?
Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis dan forensik dari APSIFOR, RS Polri, dan RSCM, MAS diduga memiliki disabilitas mental yang menyebabkan ia tidak memahami tindakan yang dilakukannya.
4. Di mana MAS ditahan saat ini?
Saat ini, MAS ditahan di ruang penyimpanan berkas milik Polres Metro Jakarta Selatan, bukan di fasilitas rehabilitasi anak atau rumah sakit jiwa.
5. Apakah negara memberikan perlindungan kepada MAS sebagai anak di bawah umur?
Menurut kuasa hukum dan pengamat, perlindungan negara terhadap MAS belum maksimal. MAS belum mendapat pendampingan medis, psikologis, maupun perhatian dari lembaga negara seperti yang seharusnya diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum.
6. Apa pandangan Kemen PPPA mengenai kasus ini?
Menteri PPPA, Arifah Fauzi, menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi refleksi nasional atas pola asuh anak dan dampak media sosial terhadap kesehatan mental remaja. Ia juga menyebut bahwa MAS dikenal sebagai anak yang baik sebelum kejadian.
7. Apa dampak hukum dari disabilitas mental terhadap pelaku anak?
Jika terbukti mengalami gangguan mental saat kejadian, pelaku anak seperti MAS bisa tidak dikenai pidana secara konvensional. Ia seharusnya mendapat perlakuan rehabilitatif sesuai UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dan KUHP.
8. Apa langkah selanjutnya dalam kasus ini?
Pengajuan praperadilan di PN Jakarta Selatan akan menjadi titik awal evaluasi keabsahan penahanan MAS. Sementara itu, kuasa hukum terus mendorong intervensi medis dan perhatian dari KPAI serta Kementerian PPPA.
IKUTI INDONESIAUPDATES.COM
GOOGLE NEWS | WHATSAPP CHANNEL