INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya berhasil membongkar jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menyasar calon pekerja migran Indonesia. Dalam operasi ini, aparat menyelamatkan tujuh perempuan yang menjadi korban penyekapan sebelum diberangkatkan secara ilegal ke Malaysia.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Luthfie Sulistiawan mengatakan, kasus ini terungkap berkat keberanian seorang korban berinisial YK (22), warga Cirebon, yang melaporkan kejadian tersebut melalui siaran di sebuah radio swasta.
“Mendapat informasi itu, kami langsung bergerak menuju lokasi di Jalan Kedung Anyar II Nomor 35, Surabaya. Di sana kami temukan dua korban, yakni YK dan NS (47), warga Nganjuk,” ungkap Luthfie dalam keterangan pers, Minggu (8/6/2025).
Hasil pemeriksaan awal mengungkap bahwa kedua korban direkrut oleh seorang perempuan berinisial PN (50), dan ditampung oleh SL (53). Tak berhenti di situ, polisi melakukan pengembangan dan menemukan lima korban lain di sebuah hotel di wilayah Sidoarjo.
Kelima korban tambahan tersebut adalah NP (31) asal Lumajang, RS (34) dari Sumenep, EH (39) dari Jember, VW (45) dari Ambon, dan DF (23) asal Surabaya. Di lokasi yang sama, polisi juga meringkus tersangka ketiga berinisial ER (41), yang diduga merupakan penyalur terakhir sebelum korban dikirim ke luar negeri.
Menurut Luthfie, para korban dijanjikan pekerjaan di Malaysia dengan gaji Rp 6 juta per bulan. Namun, selama tiga bulan pertama mereka tidak akan menerima gaji. Sementara itu, korban laki-laki dalam jaringan ini direncanakan akan dikirim untuk bekerja di Batam, Kepulauan Riau.
“Modus para pelaku adalah menjanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi, namun ternyata memberangkatkan para korban secara ilegal tanpa dokumen dan prosedur resmi,” ujar Luthfie.
Dari lokasi penggerebekan, polisi mengamankan sembilan paspor serta sejumlah telepon genggam milik korban dan pelaku. Ketiga tersangka kini mendekam di tahanan dan dijerat dengan Pasal 68, 81, dan 83 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Ancaman hukuman maksimal yang menanti para pelaku adalah 10 tahun penjara.
“Kami terus dalami kasus ini untuk mengungkap jaringan yang lebih luas, termasuk kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain,” pungkas Luthfie.