INDONESIAUDATES.COM, NASIONAL – Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, resmi dituntut 7 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung terkait kasus suap dan gratifikasi yang menyeret namanya dalam pengondisian perkara terpidana Ronald Tannur.
Tuntutan dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/7/2025). Jaksa Imron Mashadi menyatakan bahwa terdakwa Rudi Suparmono terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
“Kami meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa Rudi Suparmono selama 7 tahun penjara, dikurangi masa tahanan, serta denda Rp750 juta subsidair 6 bulan kurungan,” ujar jaksa dalam persidangan.
Suap Terkait Perkara Ronald Tannur
Rudi didakwa menerima suap senilai 43 ribu dolar Singapura (sekitar Rp541 juta) dari penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, sebagai imbalan atas pengondisian majelis hakim. Rudi diduga menunjuk Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo sebagai hakim yang mengadili perkara Ronald.
Gratifikasi Puluhan Miliar Selama Menjabat
Tak hanya suap, Rudi juga didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp21,85 miliar selama menjabat sebagai Ketua PN Surabaya (2022–2024) dan PN Jakarta Pusat (2024). Gratifikasi tersebut terdiri dari:
-
Rp1,72 miliar (rupiah)
-
383 ribu dolar AS (±Rp6,28 miliar)
-
1,09 juta dolar Singapura (±Rp13,85 miliar)
Jaksa menilai tindakan Rudi bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi dan reformasi lembaga yudikatif.
“Perbuatan terdakwa mencederai kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan,” tegas Imron.
Hal yang Meringankan dan Memberatkan
Dalam pertimbangannya, JPU menyebutkan bahwa:
-
Hal memberatkan: Rudi tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi.
-
Hal meringankan: Rudi bersikap kooperatif, sopan dalam sidang, mengakui perbuatannya, dan belum pernah dihukum.
Ancaman Hukuman
Rudi dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 huruf B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 18 terkait pemiskinan pelaku korupsi.