INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022. Nilai kerugian negara dalam proyek ini ditaksir mencapai Rp 1,98 triliun.
Pengumuman tersebut disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025) malam.
“Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1,98 triliun,” ujar Qohar di hadapan awak media.
Empat Tersangka, Satu di Luar Negeri
Empat orang ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik memeriksa 80 saksi dan tiga ahli serta menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen fisik dan elektronik, termasuk laptop, ponsel, hard drive, dan flashdisk.
Adapun keempat tersangka yakni:
-
Mulyatsyah, mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kemendikbudristek.
-
Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbudristek.
-
Ibrahim Arief, konsultan teknologi Kemendikbudristek.
-
Jurist Tan, mantan staf khusus Mendikbudristek, yang saat ini masih berada di luar negeri.
Menurut Qohar, keempat tersangka diduga terlibat dalam persekongkolan pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk jenjang PAUD hingga SMA, yang dilaksanakan pada 2020–2022. Proyek tersebut menargetkan distribusi 1,2 juta unit Chromebook ke wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan anggaran mencapai Rp 9,3 triliun yang bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kebijakan yang Tak Sesuai Kebutuhan Lapangan
Dalam keterangannya, Qohar menyebut proyek ini bermasalah sejak awal. Chromebook yang dipilih menggunakan sistem operasi Chrome OS, yang sangat tergantung pada koneksi internet—suatu kebutuhan yang belum merata di banyak daerah 3T.
“Tujuan pengadaan perangkat TIK ini tidak tercapai karena sistem operasi Chromebook banyak kelemahan, terutama untuk daerah dengan keterbatasan akses internet,” jelas Qohar.
Para tersangka disebut dengan sengaja menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) agar pengadaan diarahkan hanya pada laptop berbasis Chrome OS. Hal ini diduga dilakukan demi keuntungan pribadi dan kelompok, tanpa mempertimbangkan efektivitas pemanfaatan di lapangan.
Perintah Langsung dari Menteri?
Kejagung juga mengungkap bahwa kebijakan pengadaan Chromebook tersebut merupakan perintah langsung dari Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. Namun hingga kini, Nadiem belum ditetapkan sebagai tersangka.
“Pemeriksaan terhadap Nadiem masih terus dilakukan. Kita akan lihat sejauh mana keterlibatannya,” ujar seorang sumber di Kejagung yang enggan disebutkan namanya.
Sebelumnya, Kejagung juga telah menggeledah kantor GoTo—perusahaan teknologi tempat Nadiem pernah menjadi salah satu pendiri—untuk menelusuri kemungkinan aliran dana proyek ke pihak-pihak terkait.
Dijerat UU Tipikor dan KUHP
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman dalam pasal-pasal ini mencakup pidana penjara dan denda, serta pengembalian kerugian negara melalui penyitaan aset.
Kasus ini menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan nasional, yang tengah berupaya mengejar transformasi digital. Alih-alih membawa kemajuan, proyek ini justru menyeret sejumlah pejabat ke meja hijau dan menimbulkan keraguan publik atas tata kelola program digitalisasi pendidikan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kemendikbudristek maupun Nadiem Makarim. Publik kini menantikan langkah tegas pemerintah dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas, serta mencegah agar skandal serupa tidak terulang di masa depan.