...
Gulir Ke Atas Untuk Baca!
Blangko
Kesehatan Mental

Takut Ditinggal Pasangan? Mungkin Anda Mengalami Anxious Attachment

×

Takut Ditinggal Pasangan? Mungkin Anda Mengalami Anxious Attachment

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi.(Jcomp)
Ilustrasi.(Jcomp)

INDONESIAUPDATES.COM, KESEHATAN – Pernah merasa gelisah saat pasangan tak kunjung membalas pesan? Atau merasa tak cukup dicintai meski sudah melakukan segalanya? Jika iya, bisa jadi Anda sedang mengalami anxious attachment—sebuah gaya keterikatan dalam hubungan yang penuh kecemasan dan keraguan.

Meski bukan gangguan mental, anxious attachment dapat berdampak besar pada dinamika hubungan, baik asmara maupun pertemanan. Apa sebenarnya yang menyebabkan seseorang memiliki gaya keterikatan ini, dan bagaimana cara mengelolanya?

Apa Itu Anxious Attachment?

Anxious attachment atau keterikatan cemas adalah pola hubungan di mana seseorang terus-menerus merasa takut ditinggalkan, diabaikan, atau tidak cukup dicintai oleh pasangannya. Orang dengan gaya ini cenderung membutuhkan validasi secara konstan dan merasa tidak aman dalam relasi.

Dalam dunia psikologi, ini juga dikenal sebagai preoccupied attachment atau anxious-ambivalent attachment. Meskipun tidak tergolong sebagai gangguan klinis, keterikatan ini dapat memicu stres emosional yang serius, baik bagi individu maupun pasangannya.

Tanda-Tanda Anxious Attachment

Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka memiliki gaya keterikatan ini hingga muncul konflik dalam hubungan. Berikut beberapa ciri yang perlu diwaspadai:

  • Terlalu berusaha menyenangkan pasangan karena takut dianggap kurang.

  • Takut ditinggalkan atau merasa mudah cemas ketika pasangan tidak ada.

  • Terus-menerus butuh kepastian bahwa dirinya dicintai.

  • Sulit menetapkan batasan dalam hubungan.

  • Mudah cemburu dan kesulitan mempercayai pasangan.

Tak hanya dalam hubungan asmara, anxious attachment juga bisa muncul dalam persahabatan atau relasi kerja—membuat individu mempertanyakan posisi dan nilainya di mata orang lain.

Apa Penyebabnya?

Psikolog menyebutkan bahwa akar dari anxious attachment sering kali tertanam sejak masa kanak-kanak. Pola asuh yang tidak konsisten—kadang hangat, kadang mengabaikan—membuat anak tumbuh dalam ketidakpastian dan kecemasan.

Namun, pengalaman di masa dewasa juga bisa memperkuat pola ini. Misalnya:

  • Mengalami ghosting atau ditinggalkan tanpa penjelasan.

  • Hubungan yang berakhir tanpa penutupan (closure).

  • Trauma emosional dari relasi sebelumnya.

Sisi Gelap dalam Hubungan

Jika tidak dikelola, anxious attachment bisa membuat hubungan menjadi tidak sehat. Salah satu pihak merasa tidak cukup dihargai karena terus dicurigai, sementara pihak yang cemas merasa ketergantungan dan kehilangan jati diri.

Masalah yang mungkin muncul:

  • Selalu merasa hubungan tidak pernah cukup baik.

  • Sulit memprioritaskan diri sendiri.

  • Terjebak dalam hubungan yang penuh kecemasan dan ketidakpastian.

Cara Mengelola Anxious Attachment

Berikut langkah-langkah yang dapat membantu Anda membangun hubungan yang lebih sehat:

  1. Kenali Akar Masalahnya
    Tanyakan pada diri sendiri: kapan dan mengapa perasaan cemas itu muncul? Apakah ada pola yang berulang? Kesadaran ini penting sebagai langkah awal penyembuhan.

  2. Bangun Komunikasi yang Sehat
    Ungkapkan kecemasan tanpa menyalahkan pasangan. Ganti “Kamu membuat aku cemas” dengan “Aku merasa cemas saat kamu tidak memberi kabar.” Pendekatan ini membangun empati, bukan konflik.

  3. Perkuat Rasa Percaya Diri
    Miliki ruang kebahagiaan di luar pasangan. Lakukan hal-hal yang Anda sukai—olahraga, berkumpul dengan teman, menekuni hobi. Ini akan membantu Anda merasa lebih mandiri secara emosional.

  4. Tetapkan Batasan yang Jelas
    Hubungan yang sehat perlu ruang. Memberi dan meminta ruang adalah bagian penting dalam menjaga keseimbangan emosional kedua pihak.

  5. Jangan Ragu Konsultasi ke Psikolog
    Jika kecemasan terasa berlarut dan mengganggu, bantuan profesional dapat memberikan panduan serta terapi yang tepat. Anda bahkan bisa menjalani terapi berpasangan jika dibutuhkan.

Anxious attachment bukanlah vonis untuk selamanya. Dengan kesadaran, komunikasi terbuka, dan komitmen untuk tumbuh bersama, Anda bisa membangun relasi yang lebih sehat dan stabil.

Jika Anda merasa terus-menerus cemas, takut ditinggal, atau kehilangan jati diri dalam hubungan, mungkin inilah saatnya untuk menengok ke dalam dan bertanya: “Apakah ini cinta, atau aku hanya takut sendiri?”


Pertanyaan Umum (FAQ): Pertanyaan Umum seputar Anxious Attachment


1. Apa itu anxious attachment dalam hubungan?

Anxious attachment adalah gaya keterikatan emosional di mana seseorang merasa cemas, tidak aman, dan takut ditinggalkan dalam hubungan. Mereka sering kali membutuhkan validasi terus-menerus dari pasangan dan sulit merasa tenang dalam relasi.


2. Apa bedanya anxious attachment dengan gaya keterikatan lainnya?

Ada empat gaya keterikatan utama:

  • Secure attachment: Merasa nyaman dengan keintiman dan mandiri saat sendiri.

  • Anxious attachment: Cemas, butuh kepastian, dan takut ditinggalkan.

  • Avoidant attachment: Menjaga jarak emosional dan enggan bergantung pada orang lain.

  • Disorganized attachment: Campuran antara menghindar dan cemas, sering kali akibat trauma berat.


3. Apa penyebab utama anxious attachment?

Penyebab utamanya adalah pola asuh yang tidak konsisten di masa kecil, di mana pengasuh kadang responsif dan kadang tidak. Ini menciptakan kebingungan emosional pada anak yang kemudian terbawa hingga dewasa.


4. Apakah anxious attachment bisa berubah?

Bisa. Gaya keterikatan bukanlah sifat tetap. Dengan kesadaran diri, latihan emosi, hubungan yang suportif, dan bantuan profesional seperti terapi psikologis, gaya ini bisa bergeser ke arah yang lebih sehat (secure).


5. Apakah anxious attachment termasuk gangguan mental?

Tidak. Anxious attachment bukan diagnosis klinis atau gangguan mental. Namun, bila tidak dikelola, kondisi ini dapat meningkatkan risiko gangguan kecemasan, depresi, atau relasi yang tidak sehat.


6. Bagaimana cara mengatasi anxious attachment tanpa bantuan profesional?

Beberapa langkah yang bisa Anda coba:

  • Kenali pola pikir dan emosi Anda.

  • Bangun komunikasi terbuka dengan pasangan.

  • Tetapkan batasan sehat.

  • Kembangkan kepercayaan diri dan kemandirian emosional.

  • Cari aktivitas yang membuat Anda merasa utuh tanpa bergantung pada pasangan.


7. Kapan saya perlu ke psikolog?

Jika anxious attachment sudah mengganggu kualitas hidup, menimbulkan konflik dalam hubungan, atau memicu perasaan rendah diri dan stres berlebihan, sebaiknya konsultasikan ke psikolog. Terapi dapat membantu mengenali akar masalah dan melatih keterampilan emosional yang sehat.


IKUTI INDONESIAUPDATES.COM

GOOGLE NEWS | WHATSAPP CHANNEL