INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) baru-baru ini merilis daftar pemimpin dunia yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan paling korup. Salah satu nama yang masuk dalam daftar tersebut adalah Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Namun, R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), memberikan kritik tajam terhadap hasil riset OCCRP ini. Menurut Haidar, metode yang digunakan oleh OCCRP untuk menyusun daftar tersebut sangat lemah dan tidak dapat membuktikan tuduhan kejahatan terhadap Jokowi.
Metode Riset OCCRP Dinilai Lemah
Haidar Alwi menegaskan bahwa segala bentuk tuduhan kejahatan, terutama yang menyangkut korupsi, harus dibuktikan melalui persidangan di pengadilan, bukan berdasarkan hasil jajak pendapat atau polling. “Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum adalah melalui persidangan di pengadilan, bukan melalui polling atau jajak pendapat,” ujar Haidar Alwi dalam wawancara dengan wartawan pada Rabu (1/1/2025).
Menurutnya, tuduhan yang dilontarkan oleh OCCRP tidak memiliki dasar hukum yang jelas, karena Jokowi belum pernah dijatuhi vonis bersalah dalam kasus korupsi atau kejahatan lainnya. Meskipun nama Jokowi mencuat sebagai salah satu dari lima finalis dengan suara terbanyak, Haidar menganggap hal tersebut sebagai opini yang tidak berdasar dan bisa merusak reputasi Jokowi.
Tidak Ada Putusan Pengadilan yang Menyatakan Jokowi Bersalah
Haidar Alwi menekankan bahwa hingga saat ini, tidak ada satu pun putusan pengadilan yang menyatakan bahwa Jokowi terlibat dalam kejahatan terorganisasi atau korupsi. Bahkan, tuduhan adanya kejahatan terorganisasi yang berkaitan dengan Pilpres juga sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan tidak terbukti.
“Jadi, bagaimana bisa seseorang dimasukkan dalam daftar tersebut, jika tidak ada keputusan pengadilan yang membuktikan kesalahan? Ini jelas merupakan kesalahan besar dari OCCRP,” tegas Haidar.
OCCRP Harus Meralat dan Meminta Maaf
Haidar juga meminta OCCRP untuk meralat laporan mereka dan meminta maaf kepada Presiden Jokowi. Jika tidak, menurut Haidar, kredibilitas OCCRP sebagai lembaga investigasi yang selama ini mengandalkan jurnalisme berbasis fakta akan dipertanyakan.
“Jika mereka tidak meralatnya, OCCRP yang selama ini mengandalkan jurnalisme investigasi akan merusak kredibilitasnya sendiri,” ujar Haidar Alwi.
Netanyahu Tak Masuk Daftar: Apakah OCCRP Bias?
Dalam rilis tersebut, Haidar juga mencatat bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang sering dikaitkan dengan berbagai tindakan kejahatan kemanusiaan, tidak termasuk dalam daftar pemimpin yang diduga terlibat dalam kejahatan terorganisasi atau korupsi. Padahal, Netanyahu menghadapi sejumlah dakwaan pidana, termasuk kasus penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi yang sedang ditangani oleh pengadilan domestik Israel.
Haidar menilai bahwa kelalaian OCCRP untuk memasukkan Netanyahu dalam daftar ini semakin menunjukkan adanya kelemahan dalam riset mereka.
Hubungan OCCRP dan Tempo: Bias dalam Riset?
Selain itu, Haidar juga mencatat bahwa OCCRP bekerja sama dengan Tempo, media yang dikenal sering mengkritik kebijakan Presiden Jokowi. Menurut Haidar, hal ini menambah dugaan bahwa riset OCCRP mungkin tidak sepenuhnya objektif.
“Dari kelemahan-kelemahan yang ada, masyarakat bisa menilai apakah riset OCCRP layak dipercaya atau tidak,” kata Haidar.
Haidar Alwi menilai bahwa memasukkan Jokowi dalam daftar pemimpin terlibat kejahatan terorganisasi dan korupsi adalah keputusan yang sangat tidak berdasar. OCCRP harus meralat laporan mereka dan meminta maaf kepada Presiden Jokowi jika ingin mempertahankan kredibilitas mereka sebagai lembaga investigasi yang profesional.
Bagi masyarakat Indonesia, ini juga menjadi momentum untuk merenungkan apakah hasil riset dan polling semacam ini bisa dipercaya tanpa adanya bukti yang sah di pengadilan.
Pertanyaan Umum (FAQ): Kritik Haidar Alwi terhadap Riset OCCRP yang Menyebut Jokowi Terlibat Korupsi
1. Apa itu OCCRP?
OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project) adalah lembaga jurnalisme investigasi yang fokus pada pelaporan tentang kejahatan terorganisasi dan korupsi di seluruh dunia. OCCRP berkolaborasi dengan jurnalis dan media lokal untuk mengungkap kasus-kasus besar yang melibatkan tokoh-tokoh politik, bisnis, dan lainnya.
2. Mengapa Haidar Alwi Mengkritik Riset OCCRP?
Haidar Alwi mengkritik riset OCCRP karena dianggap menggunakan metode jajak pendapat atau polling untuk menyusun daftar pemimpin yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan korupsi, tanpa bukti yang sah di pengadilan. Haidar berpendapat bahwa tuduhan tersebut seharusnya dibuktikan di pengadilan, bukan berdasarkan opini atau hasil polling.
3. Apakah Jokowi Terlibat Korupsi?
Hingga saat ini, tidak ada satu pun putusan pengadilan yang menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlibat dalam tindak pidana korupsi. Haidar Alwi menekankan bahwa tuduhan terhadap Jokowi dalam riset OCCRP tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
4. Apa yang Dimaksud dengan Kejahatan Terorganisasi dalam Kasus Ini?
Kejahatan terorganisasi merujuk pada tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok terstruktur dan memiliki tujuan jangka panjang, sering kali melibatkan suap, penggelapan, atau kejahatan lainnya yang melibatkan banyak pihak. Dalam konteks OCCRP, mereka menyebut beberapa pemimpin dunia terlibat dalam kejahatan jenis ini.
5. Mengapa Netanyahu Tidak Masuk dalam Daftar OCCRP?
Haidar Alwi juga mempertanyakan mengapa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menghadapi sejumlah dakwaan pidana termasuk penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan, tidak dimasukkan dalam daftar pemimpin terlibat kejahatan terorganisasi oleh OCCRP. Haidar berpendapat bahwa ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam metodologi riset OCCRP.
6. Apa Tanggapan Haidar Alwi terhadap Kolaborasi OCCRP dengan Tempo?
Haidar Alwi menyebutkan bahwa OCCRP bekerja sama dengan Tempo, yang dikenal sering mengkritik Presiden Jokowi. Menurut Haidar, hal ini bisa mempengaruhi objektivitas hasil riset OCCRP dan mengindikasikan adanya bias dalam penilaian mereka terhadap Jokowi.
7. Apa yang Diminta Haidar Alwi kepada OCCRP?
Haidar Alwi mendesak OCCRP untuk meralat hasil rilis mereka dan meminta maaf kepada Presiden Jokowi, jika tidak, Haidar khawatir hal ini dapat merusak kredibilitas OCCRP sebagai lembaga jurnalistik yang bergantung pada investigasi berbasis fakta.
8. Apakah Ini Menjadi Isu Global atau Hanya Terkait dengan Indonesia?
Meskipun riset ini dimulai dengan fokus global, pengaruhnya sangat besar di Indonesia, mengingat nama besar yang terlibat, terutama Presiden Joko Widodo. Isu ini memicu perdebatan tentang objektivitas dan keakuratan laporan-laporan semacam ini dalam konteks politik domestik.
9. Apa Saran Haidar Alwi untuk Masyarakat Terkait Riset OCCRP?
Haidar Alwi menyarankan agar masyarakat Indonesia tidak langsung mempercayai hasil riset OCCRP tanpa bukti yang sah. Menurutnya, laporan semacam ini dapat menyesatkan dan merusak reputasi seseorang tanpa dasar yang jelas.
10. Apa yang Harus Dilakukan Jika Ada Tuduhan Tanpa Bukti yang Jelas?
Tuduhan terhadap individu atau pemimpin seharusnya dibuktikan melalui proses hukum yang sah. Haidar menekankan pentingnya pembuktian di pengadilan, bukan berdasarkan polling atau opini tanpa bukti yang kuat.
IKUTI INDONESIAUPDATES.COM DI GOOGLE NEWS