INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Polemik penggantian menu utama dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan snack kemasan kembali mencuat dan mendapat sorotan tajam dari kalangan pakar. Salah satunya datang dari Lailatul Muniroh, dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), yang memberikan peringatan keras atas praktik tersebut.
Menurut Lailatul, mengganti makanan utama bergizi dengan camilan ringan adalah kebijakan yang keliru dan dapat berdampak negatif terhadap status gizi dan kesehatan anak-anak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
“Snack idealnya hanya mengisi 10% dari kebutuhan kalori harian dan berfungsi sebagai selingan antara makan pagi dan siang. Bukan pengganti makanan utama,” jelasnya, Jumat (27/6/2025).
Snack Tidak Bisa Gantikan Makanan Utama
Program MBG dirancang sebagai intervensi pangan untuk memberikan asupan bergizi lengkap kepada anak-anak Indonesia. Penggantian dengan snack murah, tinggi gula, dan rendah zat gizi berisiko menyebabkan kekurangan energi, anemia, bahkan stunting tersembunyi (hidden hunger).
Dampak jangka pendeknya meliputi:
-
Penurunan konsentrasi dan energi
-
Produktivitas belajar anak menurun
Sementara dalam jangka panjang, potensi penyakit tidak menular seperti diabetes tipe 2 dan hipertensi mengintai, terutama jika snack tinggi gula dan garam dikonsumsi terus-menerus.
“Snack tinggi gula atau garam hanya memberikan rasa kenyang sementara. Tapi tubuh tetap kekurangan zat gizi mikro penting,” tegas Lailatul.
Solusi: Nutrient-Dense Snack Bukan Jawaban Permanen
Lailatul mengakui bahwa dalam kondisi tertentu, snack bergizi bisa menjadi solusi sementara. Namun, ia menekankan bahwa tidak ada kondisi darurat saat ini yang membenarkan penggantian permanen MBG dengan snack.
“Snack padat gizi bisa dikembangkan dari pangan lokal. Tapi tidak boleh menggantikan peran makanan utama dalam jangka panjang,” tambahnya.
Rekomendasi Kebijakan: Lindungi Generasi Penerus
Untuk mencegah terulangnya praktik ini, Lailatul menyarankan sejumlah rekomendasi kebijakan kepada pemerintah, antara lain:
-
Penetapan standar gizi nasional untuk MBG
-
Integrasi data stunting dalam perencanaan program
-
Alokasi dana khusus untuk menu bergizi
-
Pelibatan ahli gizi dalam seluruh tahapan intervensi
-
Pemanfaatan pangan lokal kaya nutrisi
-
Monitoring dan evaluasi berbasis data lapangan
“Jika MBG diganti terus dengan snack, dampaknya adalah beban kesehatan jangka panjang dan hilangnya potensi generasi penerus,” tutup Lailatul.
Ia menegaskan bahwa akses terhadap makanan bergizi seimbang bukanlah pilihan, tetapi hak dasar anak-anak Indonesia yang harus dijamin oleh negara.