...
Indonesia Updates
JakartaBeritaNasional

Kejagung Bongkar Dugaan Suap Rp60 Miliar dan Obstruction of Justice Kasus Minyak Goreng

×

Kejagung Bongkar Dugaan Suap Rp60 Miliar dan Obstruction of Justice Kasus Minyak Goreng

Sebarkan artikel ini
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menyita aset milik tersangka Ariyanto Bakri (AR) terkait kasus suap dan atau gratifikasi penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus korupsi minyak goreng. (Nanda Perdana).
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menyita aset milik tersangka Ariyanto Bakri (AR) terkait kasus suap dan atau gratifikasi penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus korupsi minyak goreng. (Nanda Perdana).

INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Kejaksaan Agung kembali mengungkap perkembangan signifikan dalam penanganan perkara korupsi minyak goreng yang menyeret nama-nama besar di dunia hukum dan media. Kali ini, Kejagung menyita sejumlah aset mewah milik tersangka Ariyanto Bakri dan menetapkan tiga tersangka baru dalam perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Abdul Qohar mengungkapkan, penyitaan dilakukan terhadap tiga mobil mewah dan dua kapal milik Ariyanto Bakri, advokat yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada hakim dalam penanganan perkara korupsi minyak goreng.

“Ya, tiga mobil dan kita juga mengamankan dua kapal yang berada di Pantai Marina,” ujar Qohar di Kejaksaan Agung, Selasa (22/4/2025).

Dari pantauan media, penyidik juga mengamankan lima mobil mewah berbagai merek, antara lain Porsche GT3 RS, Mini Cooper GP Edition, Abarth 697, Range Rover Deep Dive, dan Lexus LM 350h. Selain itu, turut disita motor gede Harley Davidson dan 11 sepeda berbagai jenis.

Dugaan Suap Rp60 Miliar ke Hakim

Kejagung sebelumnya telah menetapkan empat tersangka dalam perkara dugaan suap terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang berkaitan dengan vonis lepas atau ontslag terhadap korporasi dalam perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO). Tersangka tersebut meliputi Wahyu Gunawan (panitera PN Jakut), Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri (advokat), serta Muhammad Arif Nuryanta (Ketua PN Jaksel).

Menurut Qohar, penyidik menemukan bukti bahwa suap sebesar Rp60 miliar diberikan oleh Marcella dan Ariyanto kepada Arif Nuryanta, melalui Wahyu Gunawan. Tujuannya, agar majelis hakim menjatuhkan vonis lepas terhadap terdakwa korporasi seperti PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Putusan tersebut dijatuhkan pada 19 April 2025 oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, yang menyatakan bahwa meski perbuatan terbukti, perbuatan itu bukan tindak pidana. Hakim memerintahkan pemulihan hak para terdakwa.

Tiga Tersangka Obstruction of Justice

Dalam pengembangan perkara, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka baru terkait upaya obstruction of justice. Mereka adalah Marcella Santoso, Junaidi Saibih (dosen & advokat), serta Tian Bahtiar (Direktur Pemberitaan JakTV).

Ketiganya diduga melakukan permufakatan jahat untuk menggagalkan proses hukum dalam kasus korupsi CPO, komoditas timah, dan impor gula. Salah satu modus yang digunakan adalah membayar konten berita negatif untuk menyudutkan Kejagung dan menyebarkan opini publik yang mendiskreditkan proses penyidikan.

“MS dan JS membayar Rp478,5 juta kepada TB untuk membuat dan menyebarkan konten negatif di media sosial, media online, dan JakTV. Tujuannya jelas, untuk membentuk opini publik negatif terhadap kejaksaan,” jelas Qohar.

Selain itu, para tersangka juga diduga membiayai demonstrasi, menyelenggarakan seminar, podcast, dan talkshow untuk menyebarkan narasi yang memengaruhi proses persidangan. Bahkan, mereka juga menghapus dan merekayasa konten dalam barang bukti elektronik serta memberikan keterangan palsu selama penyidikan.

“Mereka berupaya keras membentuk opini publik agar perkara ini tidak terbukti atau penyidikan terganggu. Tindakan ini jelas memenuhi unsur obstruction of justice dan menyebarkan informasi palsu,” tegas Qohar.

Ketujuh tersangka kini ditahan di sejumlah rumah tahanan berbeda, termasuk Rutan KPK dan Rutan Salemba Cabang Kejagung. Kejagung menegaskan akan terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain serta menelusuri aliran dana yang diduga terkait dengan suap dan upaya penggagalan proses hukum.


Pertanyaan Umum (FAQ) – Kasus Korupsi Minyak Goreng dan Obstruction of Justice


1. Siapa saja yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus ini?
Empat tersangka utama adalah Wahyu Gunawan (Panitera PN Jakut), Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri (Advokat), serta Muhammad Arif Nuryanta (Ketua PN Jaksel). Selain itu, tiga tersangka baru dalam obstruction of justice adalah Marcella Santoso, Junaidi Saibih (dosen & advokat), dan Tian Bahtiar (Direktur Pemberitaan JakTV).

2. Apa yang dimaksud dengan putusan ontslag dalam kasus ini?
Putusan ontslag van alle rechtsvervolging adalah vonis lepas, artinya terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai tindak pidana.

3. Berapa nilai dugaan suap dalam perkara ini?
Kejagung mengungkapkan bahwa dugaan suap yang diberikan kepada hakim mencapai Rp60 miliar, sebagian dalam bentuk mata uang asing (SGD atau USD).

4. Apa peran media dalam upaya obstruction of justice?
Tian Bahtiar disebut menerima pembayaran Rp478,5 juta dari Marcella dan Junaidi untuk membuat serta menyebarkan konten negatif terhadap Kejagung melalui media online, media sosial, dan siaran JakTV, dengan tujuan memengaruhi opini publik dan proses peradilan.

5. Aset apa saja yang telah disita dari tersangka?
Penyidik telah menyita tiga mobil mewah, dua kapal, satu motor Harley Davidson, dan 11 sepeda dari tersangka Ariyanto Bakri.

6. Apakah kasus ini hanya terbatas pada korupsi minyak goreng?
Tidak. Dalam pengembangan penyidikan, ketiga tersangka obstruction of justice juga terlibat dalam kasus rasuah komoditas timah dan impor gula.

7. Apa sanksi hukum yang dapat dikenakan terhadap para tersangka?
Mereka dijerat Pasal 21 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Jika terbukti bersalah, mereka terancam pidana maksimal 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp600 juta.

8. Bagaimana publik merespons kasus ini?
Kasus ini menuai perhatian luas karena menyeret nama besar di dunia hukum dan media. Banyak pihak, termasuk tokoh nasional, mendukung langkah Kejagung dalam membongkar mafia peradilan.


IKUTI INDONESIAUPDATES.COM

GOOGLE NEWS | WHATSAPP CHANNEL