INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap skandal korupsi besar-besaran dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018–2023. Dalam konferensi pers di Gedung Bundar, Jakarta, Kamis (10/7), Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar membeberkan tujuh modus utama penyimpangan yang merugikan negara hingga Rp 285 triliun.
Skandal ini menyeret sembilan tersangka, termasuk nama beken Muhammad Riza Chalid (MRC), yang disebut sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) PT Orbit Terminal Merak (OTM). Selain MRC, sejumlah mantan pejabat tinggi Pertamina dan perwakilan perusahaan mitra turut menjadi tersangka. Kasus ini tak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengguncang stabilitas perekonomian nasional.
Sembilan Tersangka: Dari Pejabat hingga Pengusaha
Abdul Qohar merinci sembilan tersangka yang terlibat dalam pusaran korupsi ini. Mereka adalah:
-
AN, mantan Vice President Supply & Distribusi PT Pertamina.
-
HB, mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.
-
TN, mantan VP Integrated Supply Chain PT Pertamina.
-
DS, mantan VP Crude and Product Trading PT Pertamina.
-
AS, Direktur Gas, Petrokimia, dan Bisnis Baru PT Pertamina International Shipping.
-
HW, mantan SVP Integrated Supply Chain PT Pertamina.
-
MH, mantan Business Development Manager PT Trafigura.
-
IP, Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi.
-
MRC, pemilik manfaat PT Orbit Terminal Merak.
“Para tersangka ini melakukan perbuatan melawan hukum yang merusak tata kelola minyak,” tegas Qohar, menegaskan bahwa penyimpangan tersebut telah merugikan negara secara masif.
Tujuh Modus Korupsi yang Terkuak
Kejagung memaparkan tujuh modus utama yang menjadi akar kerugian negara dalam kasus ini. Modus-modus tersebut mencerminkan pengelolaan yang amburadul dan sarat kepentingan pribadi:
-
Manipulasi ekspor minyak mentah: Penyimpangan dalam perencanaan dan pengadaan yang tidak sesuai prosedur.
-
Korupsi impor minyak mentah: Perencanaan cacat yang merugikan negara dalam jangka panjang.
-
Mark-up pengadaan BBM impor: Biaya digelembungkan untuk keuntungan pribadi.
-
Kecurangan sewa kapal: Tarif sewa kapal tidak sesuai standar pasar.
-
Penyelewengan sewa terminal BBM: Aset PT OTM dikelola tanpa transparansi.
-
Masalah kompensasi pertalite: Skema subsidi energi membuka celah kerugian besar.
-
Penjualan solar non-subsidi di bawah harga dasar: Penjualan ilegal kepada swasta dan BUMN tanpa dasar hukum.
Dampak: Kerugian Negara dan Guncangan Ekonomi
Praktik korupsi ini tak hanya menyedot dana negara, tetapi juga mengganggu sistem distribusi energi nasional. Pasokan minyak mentah, distribusi bahan bakar minyak (BBM), hingga proses ekspor-impor migas terdampak. Menurut Kejagung, kerugian negara mencapai Rp 285 triliun, angka yang membuat publik terhenyak.
“Kami berkomitmen mendalami semua pihak yang terlibat untuk memastikan pertanggungjawaban atas kerugian ini,” ujar Qohar.
Langkah Hukum Berlanjut
Penyidikan kasus ini telah rampung, dan Kejagung segera melimpahkan berkas sembilan tersangka ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk disidangkan. Proses hukum ini diharapkan menjadi titik terang dalam mengungkap jaringan korupsi di tubuh BUMN strategis tersebut.
Kasus ini menjadi pengingat betapa rapuhnya tata kelola di sektor energi jika pengawasan lemah. Publik kini menanti bagaimana proses pengadilan akan mengungkap lebih jauh skandal yang telah mengguncang kepercayaan terhadap Pertamina.