Indonesia Updates
JakartaBeritaHukumNasional

Komisi Yudisial Selidiki Dugaan Pelanggaran Etik Hakim PN Jakpus dalam Vonis Ringan Harvey Moeis

×

Komisi Yudisial Selidiki Dugaan Pelanggaran Etik Hakim PN Jakpus dalam Vonis Ringan Harvey Moeis

Sebarkan artikel ini
Image Credit Istimewa - Anggota KY Mukti Fajar Nur Dewata (kiri) mengonfirmasi pihanya masih melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memberikan vonis ringan kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah.
Image Credit Istimewa - Anggota KY Mukti Fajar Nur Dewata (kiri) mengonfirmasi pihanya masih melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memberikan vonis ringan kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah.

INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Komisi Yudisial (KY) masih melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dalam kasus korupsi tata niaga timah yang menyeret nama Harvey Moeis. Vonis ringan yang dijatuhkan pada pengusaha tersebut menuai kontroversi hingga berujung pada pengawasan dari KY.

KY Dalami Dugaan Pelanggaran Etik Hakim PN Jakpus

Anggota KY, Mukti Fajar Nur Dewata, mengonfirmasi bahwa penyelidikan masih berlangsung, termasuk rencana pemeriksaan ulang terhadap pelapor yang sebelumnya berhalangan hadir.

“Terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terhadap majelis hakim PN Jakarta Pusat, hingga saat ini, KY masih melakukan pendalaman,” ujar Mukti di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Meski vonis Harvey Moeis telah diperberat di tingkat banding menjadi 20 tahun penjara, KY tetap harus memastikan apakah ada indikasi pelanggaran etik dalam putusan tingkat pertama.

“Majelis hakim tingkat banding mungkin memiliki keyakinan berbeda setelah melihat putusan beserta bukti-bukti serta memori banding dari jaksa penuntut umum (JPU),” tambahnya.

Vonis Ringan Harvey Moeis Tuai Kritik Tajam

Harvey Moeis, yang berperan sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), awalnya hanya dijatuhi hukuman 6 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Jakpus. Keputusan ini memicu kritik dari berbagai pihak mengingat besarnya kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 300 triliun.

Namun, dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, Kamis (13/2/2025), hukuman Harvey Moeis diperberat menjadi 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 420 miliar atau menghadapi tambahan hukuman 10 tahun penjara.

BACA :   Skandal Tanah di Inhu: Dua Pejabat Jadi Tersangka Korupsi Sertifikat Hak Milik

Putusan yang lebih berat di tingkat banding semakin menguatkan dugaan bahwa vonis awal di PN Jakpus dinilai terlalu ringan.

KY Terus Kumpulkan Bukti Dugaan Pelanggaran Etik

Menanggapi vonis ringan tersebut, KY menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) pada Senin (6/1/2025). Saat ini, KY terus mengumpulkan bukti dan keterangan untuk menentukan apakah ada pelanggaran etik dalam putusan PN Jakpus.

“KY akan memastikan apakah ada dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam putusan ini,” tegas Mukti.

Dengan terus bergulirnya penyelidikan oleh KY, publik menanti apakah ada tindakan lebih lanjut terhadap majelis hakim PN Jakpus. Keputusan KY nantinya dapat menjadi preseden penting dalam pengawasan terhadap independensi dan integritas hakim di Indonesia.

Kasus Korupsi Tata Niaga Timah dan Peran Harvey Moeis

Harvey Moeis terbukti menerima uang sebesar Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim. Selain itu, ia juga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dalam persidangan, Harvey Moeis dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Di tingkat pertama, Harvey hanya dijatuhi hukuman 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 210 miliar atau tambahan 2 tahun penjara. Putusan ini dikritik tajam lantaran dianggap tidak sebanding dengan besarnya kerugian negara.

BACA :   DPRD Kota Bekasi Upayakan Berantas Pelaku Usaha "Nakal"

Dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim PN Jakpus masih dalam penyelidikan KY. Meski vonis Harvey Moeis telah diperberat di tingkat banding, transparansi dalam proses peradilan menjadi sorotan utama. Publik berharap KY dapat mengungkap fakta yang sebenarnya dan memastikan akuntabilitas peradilan tetap terjaga.

Dengan nilai kerugian negara yang begitu besar, kasus ini menjadi ujian bagi sistem peradilan Indonesia dalam menegakkan supremasi hukum dan keadilan bagi masyarakat.


Pertanyaan Umum FAQ (Frequently Asked Questions)


1. Apa yang menjadi dasar penyelidikan KY terhadap hakim PN Jakpus?
KY menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam vonis ringan terhadap Harvey Moeis.

2. Apakah vonis banding yang lebih berat membuktikan adanya pelanggaran etik?
Tidak secara otomatis. KY harus mengumpulkan bukti dan keterangan lebih lanjut untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran etik.

3. Berapa hukuman terbaru yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis?
Di tingkat banding, hukuman Harvey Moeis diperberat menjadi 20 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 420 miliar atau tambahan 10 tahun penjara.

4. Mengapa putusan awal PN Jakpus menuai kritik?
Putusan awal dianggap terlalu ringan dibandingkan dengan besarnya kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun.

5. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan KY?
KY akan terus mengumpulkan bukti dan melakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah ada pelanggaran kode etik dalam putusan PN Jakpus.


IKUTI INDONESIAUPDATES.COM

GOOGLE NEWS | WHATSAPP CHANNEL