INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Isu serius kembali mencuat di dunia pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Dua kasus kekerasan seksual yang melibatkan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) kembali mengguncang publik, memunculkan kekhawatiran tentang lemahnya pengawasan terhadap para calon spesialis yang seharusnya menjadi garda depan pelayanan kesehatan.
Kasus di Jakarta: Mahasiswi Direkam Saat Mandi
Di Jakarta Pusat, seorang dokter berinisial UF, yang sedang menempuh PPDS, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pornografi. UF diduga merekam seorang mahasiswi yang tengah mandi di kamar kos korban, Selasa (15/4/2025).
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro menyatakan bahwa penyidik telah memeriksa empat orang saksi, satu ahli pidana, dan menyita barang bukti berupa telepon genggam milik tersangka. UF dijerat dengan Pasal 29 junto Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 junto Pasal 9 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun.
Kasus di Bandung: Perkosaan di Rumah Sakit
Belum reda kehebohan kasus UF, publik dikejutkan lagi dengan kasus lain yang tak kalah mengerikan. Di Bandung, dokter PPDS berinisial PAP dari Universitas Padjadjaran (Unpad) diduga memperdaya dan memperkosa keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).
Bermodal dalih pengambilan darah untuk transfusi, PAP membawa korban dari IGD ke ruang isolasi sekitar pukul 01.00 dini hari. Korban kemudian disuntik cairan yang membuatnya tak sadarkan diri. Beberapa jam kemudian, korban bangun dengan kondisi trauma berat dan langsung melapor ke polisi.
Barang bukti berupa alat medis, obat penenang seperti Propofol dan Midazolam, serta rekaman CCTV sudah diamankan. PAP dijerat UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Pasal 6C, dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp300 juta.
Luka Lama yang Belum Sembuh
Kedua kasus ini menambah daftar panjang kekerasan seksual oleh oknum dokter, terutama dari kalangan PPDS. Tidak hanya mencoreng etika profesi kedokteran, tetapi juga menandakan kerapuhan tata kelola institusi medis yang seharusnya menjunjung tinggi integritas.
Akademisi dan pakar kesehatan masyarakat Prof. Tjandra Yoga Aditama menyatakan bahwa pelaku kekerasan seksual harus dihukum berat, namun penting pula untuk tidak menggeneralisasi profesi. Yang perlu dibenahi adalah sistem pengawasan, seleksi, hingga evaluasi karakter dan integritas selama proses pendidikan dokter spesialis.
Seruan untuk Perubahan
Kedua kasus ini menjadi alarm keras bahwa reformasi sistem pendidikan dan pengawasan tenaga medis sangat mendesak. Bukan hanya kurikulum, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan, empati, dan etika profesional harus menjadi prioritas.
Masyarakat, terutama pasien, berhak mendapatkan rasa aman saat berinteraksi dengan tenaga medis. Tanpa reformasi serius, kepercayaan publik terhadap profesi mulia ini bisa terus terkikis.
Pertanyaan Umum (FAQ) – Kasus Oknum Dokter PPDS Tersandung Hukum di Jakarta dan Bandung
1. Siapa oknum dokter yang terlibat kasus pornografi di Jakarta Pusat?
Oknum tersebut berinisial UF, seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang ditetapkan sebagai tersangka karena merekam seorang mahasiswi yang sedang mandi di indekos.
2. Apa pasal yang menjerat UF?
UF dijerat dengan Pasal 29 junto Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 junto Pasal 9 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
3. Bagaimana kronologi kejadian di Jakarta Pusat?
Peristiwa terjadi pada 15 April 2025, di sebuah indekos di Jakarta Pusat. UF merekam korban saat mandi. Korban segera melaporkan kejadian ini ke Polres Metro Jakarta Pusat, yang kemudian menetapkan UF sebagai tersangka setelah gelar perkara.
4. Siapa dokter PPDS yang terlibat kasus kekerasan seksual di RSHS Bandung?
Dokter berinisial PAP, peserta PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), diduga memperkosa seorang perempuan keluarga pasien di RS Hasan Sadikin, Bandung.
5. Apa modus PAP dalam kasus kekerasan seksual ini?
PAP mengaku ingin mengambil darah korban untuk transfusi. Ia membawa korban ke ruangan terpisah, menyuruhnya mengganti pakaian, lalu menyuntik cairan yang membuat korban tak sadarkan diri. Setelah korban sadar, ia mengalami sakit pada bagian sensitifnya.
6. Apa ancaman hukuman untuk PAP?
PAP dijerat dengan Pasal 6C UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan terancam hukuman 12 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp300 juta.
7. Bagaimana tanggapan publik terhadap dua kasus ini?
Publik sangat geram dan mengecam keras tindakan oknum dokter tersebut. Banyak pihak menuntut evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola pendidikan dokter spesialis dan sistem pengawasan di lingkungan rumah sakit.
8. Apakah kedua kasus masih dalam penyelidikan?
Ya, kedua kasus masih dalam tahap proses hukum. Penyidik terus mengembangkan bukti dan memeriksa saksi-saksi untuk memperkuat dakwaan terhadap para tersangka.
IKUTI INDONESIAUPDATES.COM
GOOGLE NEWS | WHATSAPP CHANNEL