INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung menangkap tiga tersangka yang merupakan admin grup Facebook Gay Lampung dan Gay Bandar Lampung. Ketiganya ditangkap karena diduga menyebarkan konten pornografi dan meresahkan masyarakat.
Tersangka berinisial JM, warga Bandar Lampung; SR, warga Lampung Selatan; dan HS, warga Kabupaten Pesawaran, ditangkap oleh Tim Subdit V Siber Polda Lampung. Mereka diduga berperan sebagai pengelola dan pengunggah konten di grup media sosial tersebut.
Berawal dari Laporan Masyarakat, Polisi Lakukan Patroli Siber
Kasus ini terungkap setelah masyarakat melaporkan keresahan terkait aktivitas dalam grup Facebook yang berisi konten menyimpang dan bermuatan pornografi. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam sejak pertengahan 2025, polisi mendapati bahwa grup “Gay Lampung” telah aktif sejak tahun 2017, namun baru menunjukkan kecenderungan seksual menyimpang dan pornografi dalam dua tahun terakhir.
“Grup ini awalnya tidak menyebut soal gay. Baru pada pertengahan 2025 arah kontennya berubah dan mengandung unsur pornografi,” ujar Kombes Pol Dery Agung Wijaya, Direktur Reskrimsus Polda Lampung dalam konferensi pers, Senin (7/7/2025).
Anggota Capai 16 Ribu, Aktivitas Diusut Lebih Lanjut
Grup Facebook Gay Lampung tercatat memiliki lebih dari 16.000 anggota. Sementara grup “Gay Bandar Lampung” kini sudah tidak aktif dan hilang dari Facebook.
Dari penggerebekan dan penangkapan para pelaku, polisi menyita dua akun grup Facebook, serta empat unit handphone yang digunakan untuk mengelola dan menyebar konten.
Masih Diselidiki Kaitan dengan Kasus Pesta Gay di Puncak
Pihak Polda Lampung belum memastikan apakah grup ini memiliki kaitan dengan kasus pesta gay di Puncak, Bogor yang sebelumnya menjadi perhatian nasional. Namun penyelidikan mendalam sedang dilakukan untuk memutus mata rantai jaringan.
“Kami terus kembangkan. Apakah grup ini terafiliasi atau tidak, itu masih dalam pendalaman,” jelas Dery.
Saat ini, ketiga tersangka ditahan di Mapolda Lampung untuk pemeriksaan lebih lanjut. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta UU Pornografi, dengan ancaman pidana maksimal yang belum dirinci.