INDONESIAUPDATES.COM, NASIONAL – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten berhasil menggagalkan peredaran uang palsu yang melibatkan seorang oknum ustaz di sebuah pondok pesantren di wilayah Cigeulis, Pandeglang. Pelaku diamankan bersama barang bukti berupa ribuan lembar uang palsu pecahan Rp 100.000 dengan total nilai mencapai Rp 260 juta, serta sejumlah uang palsu pecahan yuan dan uang asli senilai Rp 23 juta.
Menurut keterangan pihak kepolisian, pelaku menggunakan uang palsu tersebut untuk menipu korban dengan modus penggandaan uang. “Pelaku mengaku dapat menggandakan uang hingga 20 kali lipat dari jumlah yang disetorkan korban,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Banten, Kombes Pol Dian Setiawan, dalam keterangan persnya, Rabu (15/1/2025).
Ritual Penggandaan Uang yang Menyesatkan
Polisi menemukan barang bukti di kamar pribadi pelaku yang juga digunakan untuk melaksanakan ritual penggandaan uang. Pelaku mengklaim bahwa uang asli milik korban bisa digandakan setelah dibungkus dengan kain putih dan melalui ritual khusus yang dilakukannya. Modus seperti ini tentunya sangat merugikan banyak korban yang tergiur janji-janji manis tersebut.
Hingga saat ini, Polda Banten telah mengidentifikasi empat korban dari praktik penipuan ini. Namun, jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah, mengingat modus tersebut telah menyebar di kalangan masyarakat yang percaya dengan janji penggandaan uang.
Dikendalikan dari Dunia Maya
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa pelaku memperoleh uang palsu tersebut melalui pembelian online. Hal ini semakin menunjukkan betapa berkembangnya teknologi dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak kejahatan.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 26 Ayat 2 dan Pasal 36 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dijatuhi hukuman maksimal 10 tahun penjara atau denda hingga Rp 10 miliar.
Peringatan untuk Masyarakat
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menghadapi tawaran-tawaran yang tidak masuk akal, apalagi yang melibatkan penggandaan uang. Polisi mengimbau agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan iming-iming yang berpotensi merugikan.
Selain itu, kasus ini juga menunjukkan bahwa penyalahgunaan citra agama untuk keperluan penipuan merupakan bentuk kejahatan yang sangat merusak, baik bagi individu maupun institusi agama itu sendiri. Masyarakat diingatkan untuk lebih kritis dan waspada terhadap modus-modus penipuan yang menyaru sebagai praktik keagamaan.
Polda Banten berkomitmen untuk terus mendalami kasus ini dan mencari tahu apakah ada jaringan lain yang terlibat dalam peredaran uang palsu di wilayah tersebut. Kasus ini tentunya menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih hati-hati dan selektif dalam mempercayai setiap tawaran yang datang, terlebih yang berkedok ritual atau penggandaan uang.
Pertanyaan Umum (FAQ): Kasus Peredaran Uang Palsu di Banten yang Melibatkan Oknum Ustaz
1. Apa yang terjadi dalam kasus ini?
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten mengungkap kasus peredaran uang palsu yang melibatkan seorang oknum ustaz di Pondok Pesantren di Cigeulis, Pandeglang. Pelaku menggunakan uang palsu untuk menipu korban dengan modus penggandaan uang. Pelaku mengklaim bisa menggandakan uang hingga 20 kali lipat dari jumlah yang disetorkan oleh korban.
2. Berapa nilai uang palsu yang ditemukan oleh polisi?
Polisi mengamankan ribuan lembar uang palsu pecahan Rp 100.000 dengan total nilai sekitar Rp 260 juta. Selain itu, ditemukan juga uang palsu pecahan yuan dan uang asli senilai Rp 23 juta di lokasi kejadian.
3. Bagaimana pelaku melaksanakan modus penggandaan uang?
Pelaku mengaku dapat menggandakan uang asli milik korban setelah dibungkus dengan kain putih dan melalui ritual tertentu yang dilakukan di kamar pribadi yang juga digunakan untuk ritual tersebut. Modus ini telah merugikan banyak korban yang tergiur dengan janji-janji penggandaan uang.
4. Berapa jumlah korban yang sudah teridentifikasi?
Hingga saat ini, polisi telah mengidentifikasi empat korban dari praktik penipuan ini. Namun, jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah karena modus tersebut diperkirakan sudah menyebar.
5. Dari mana pelaku memperoleh uang palsu?
Pelaku membeli uang palsu tersebut secara online, yang menunjukkan bagaimana perkembangan teknologi bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan.
6. Apa hukuman yang akan diterima oleh pelaku?
Pelaku dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 26 Ayat 2 dan Pasal 36 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dijatuhi hukuman maksimal 10 tahun penjara atau denda hingga Rp 10 miliar.
7. Apa yang harus dilakukan masyarakat untuk menghindari penipuan serupa?
Masyarakat disarankan untuk selalu berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan tawaran yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, terutama yang melibatkan penggandaan uang. Jika ada tawaran yang berbau penipuan atau berkedok ritual agama, sebaiknya segera dilaporkan kepada pihak berwajib.
8. Bagaimana kasus ini berdampak pada citra agama?
Kasus ini memperlihatkan penyalahgunaan citra agama untuk tujuan penipuan, yang tentunya dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama dan lembaga pendidikan agama seperti pondok pesantren. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dan selektif dalam mempercayai klaim-klaim yang melibatkan aspek keagamaan.
9. Apa langkah selanjutnya dalam penyelidikan kasus ini?
Polisi akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap apakah ada jaringan lain yang terlibat dalam peredaran uang palsu di wilayah tersebut. Penegakan hukum akan dilakukan secara tegas untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan pihak-pihak yang terlibat.
IKUTI INDONESIAUPDATES.COM DI GOOGLE NEWS