INDONESIAUPDATES.COM, INTERNASIONAL – Donald Trump resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47 dalam sebuah upacara yang berlangsung di Gedung Capitol pada Senin, 20 Januari 2025. Namun, pelantikan ini mencuri perhatian publik bukan hanya karena momen bersejarah tersebut, melainkan juga karena Trump tidak meletakkan tangan kirinya di atas Alkitab saat mengucapkan sumpah jabatan.
Melania Trump, yang kembali menjadi Ibu Negara, terlihat membawa dua Alkitab seperti yang ia lakukan delapan tahun lalu pada pelantikan Trump sebagai presiden ke-45. Kali ini, meskipun Alkitab tersebut dihadirkan, Trump memilih tidak menyentuhnya saat mengucapkan sumpah yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung.
Keputusan ini memicu diskusi di media sosial dan berbagai platform lainnya. Banyak yang mempertanyakan apakah tindakan tersebut melanggar tradisi atau bahkan hukum. Namun, secara konstitusional, presiden tidak diwajibkan untuk menggunakan Alkitab atau teks suci lainnya saat dilantik.
Tradisi yang Beragam
Penggunaan Alkitab dalam pelantikan presiden telah menjadi tradisi yang sering diikuti sejak era George Washington. Meski demikian, sejarah mencatat bahwa tidak semua presiden melakukannya. John Quincy Adams, misalnya, memilih sebuah buku hukum sebagai simbol saat dilantik. Theodore Roosevelt bahkan tidak menggunakan buku atau teks apa pun ketika ia mengucapkan sumpah pada 1901, menyusul kematian mendadak Presiden William McKinley.
Hal serupa juga terjadi pada Lyndon B. Johnson, yang menggunakan misal Katolik milik Presiden John F. Kennedy ketika dilantik setelah pembunuhan Kennedy pada 1963. Tradisi ini, meski kuat secara simbolik, tidak memiliki landasan hukum yang mengharuskan presiden untuk menggunakannya.
Pilihan Pribadi atau Pesan Politik?
Pengamat politik berspekulasi bahwa keputusan Trump untuk tidak meletakkan tangan di atas Alkitab mungkin mencerminkan sikap politik atau pandangan pribadinya. Sebelumnya, pada pelantikan tahun 2021, Wakil Presiden Kamala Harris juga menggunakan dua Alkitab yang memiliki makna pribadi baginya, termasuk milik mantan tetangganya yang dianggap sebagai “ibu kedua.”
Empat tahun sebelumnya, mantan Presiden Joe Biden menggunakan Alkitab keluarga abad ke-19 yang telah diwariskan selama lebih dari satu abad. Setiap pilihan ini membawa pesan yang ingin disampaikan oleh masing-masing pemimpin kepada rakyatnya.
Reaksi Publik dan Media
Momen ini dengan cepat menjadi bahan diskusi hangat di media sosial. Sebagian mendukung keputusan Trump, dengan alasan bahwa sumpah jabatan adalah momen formal yang tidak harus diwarnai simbolisme agama. Namun, ada juga yang mengkritik langkah tersebut sebagai upaya mengabaikan tradisi yang telah menjadi bagian dari identitas Amerika.
Sejarawan dan ahli politik menilai bahwa peristiwa ini mencerminkan keragaman cara pandang terhadap peran agama dalam kehidupan bernegara. Di tengah perbedaan pendapat, pelantikan ini tetap menandai babak baru dalam sejarah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Meski keputusan Donald Trump untuk tidak menggunakan Alkitab dalam pelantikannya menuai berbagai reaksi, hal ini bukanlah hal yang tanpa preseden dalam sejarah. Tradisi tersebut, meskipun memiliki nilai simbolik yang kuat, tidak diwajibkan oleh hukum. Dengan dilantiknya Trump sebagai Presiden AS ke-47, perhatian kini beralih ke kebijakan dan langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintahannya dalam empat tahun ke depan.